Kaizen Si Raja Alat Musik

Posted: September 4, 2010 in Personal

Guna meningkatkan daya saing, Yamaha Music menerapkan jurus kaizen dalam proses bisnisnya. Berbagai upaya dilakukan agar tool tersebut berjalan efektif. Apa hasilnya?

Cikarang, 24 Maret 2010. Sore itu suasana di ruang produksi PT Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA) di Kawasan Industri MM2100 Cikarang Barat tampak lain dari biasanya. Lebih ramai. Sekitar 50 orang tamu berpakaian cokelat berlalu-lalang di lantai produksi, sekaligus berdiskusi intensif dengan para manajer dan operator produksi. Sesekali mereka menunjuk-nunjuk alat produksi seraya melihat coretan desain di tangannya.

Para tamu itu bukanlah mahasiswa yang sedang mengambil kuliah lapangan, melainkan para manajer produksi dari perusahaan manufaktur top di Indonesia. Mereka sedang mengikuti pelatihan kaizen (kaizen event) yang diselenggarakan PQM Consultants, di mana pabrik YMMA itu dijadikan ajang studi lapangan.

Dipilhnya YMMA sebagai studi kasus implementasi kaizen tampaknya bukan sebuah kebetulan. Produsen berbagai jenis alat musik merek Yamaha ini dalam beberapa tahun terakhir memang sangat getol dan serius mengupayakan implementasi kaizen, khususnya di lini manufacturing. Implementasi kaizen di YMMA bukan sekadar jargon-jargon tanpa bukti, melainkan benar-benar riil dijalankan di lapangan. “Kaizen di Yamaha Music sudah sangat baik. Mereka sudah menjadikannya sebagai budaya,” tutur Sonny Irawan, pakar manajemen produksi dari PQM Consultants.

Terminologi kaizen sendiri bagi para profesional di industri manufaktur sesungguhnya bukanlah sebuah mantra baru. Sebagaimana konsep Total Quality Management, Six Sigma, Balance Scorecard dan Lean Manufacturing, kaizen pun merupakan tool manajemen yang sudah sangat populer. “Kaizen adalah upaya peningkatan terus-menerus tanpa henti yang dilaksanakan oleh tiap anggota organisasi. Continuous improvement,” ujar Sonny. Secara teoretis, tool ini dimanfaatkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan proses-proses bisnis. Sasaran akhirnya: tercapainya penyempurnaan proses kerja dari sisi kualitas, biaya dan distribusi (Quality, Cost, Delivery – QCD). Muaranya bisa produktivitas kerja, efisiensi, efektivitas dan keamanan kerja.

Kalangan pengelola perusahaan manufaktur umumnya sudah paham tool itu. Namun sayangnya, tak banyak perusahaan yang serius mengimplementasinya hingga detail, apalagi hingga membangunnya menjadi budaya perusahaan. Dan, YMMA tampaknya salah satu dari sedikit perusahaan yang sangat serius itu.

Banyak hal yang menjadi faktor pendorong implementasi kaizen di YMMA. Simak saja, pabrik YMMA di Cikarang merupakan salah satu rantai terpenting dari bisnis alat musik Yamaha global. Di dunia, Yamaha hanya memproduksi berbagai alat musik di tiga negara, yaitu Jepang, Cina dan Indonesia. Pabrik di Cikarang yang didirikan 1998 itu posisinya sangat vital. Selain karena memproduksi alat-alat musik elektrik utama (electric musical instruments) seperti electronic piano, clavinova, electronic keyboard, electronic organ, electronic drum, proaudio, accordion dan recorder, produknya juga diekspor ke lebih dari 60 negara dunia – hanya 5% yang dipasok pasar domestik.

“Karena hanya ada tiga pabrik, kami harus punya daya saing. Kalau tidak, kami bisa kalah. Sebab itu, harus meningkatkan level kemampuan. Kami perlu tindakan untuk memperbaiki produk agar lebih baik dari sebelumnya. Di sinilah perlunya kaizen yang merupakan tool untuk melakukan hal yang lebih baik itu,” papar Takeshi Ichikawa, Presiden Direktur YMMA. Kaizen, menurutnya, dalam bahasa Jepang berarti “memperbagus atau menyempurnakan hal yang sudah ada supaya lebih baik”. “Kami jalankan kaizen bukan karena ada masalah tertentu. Kaizen harus dijalankan, ada atau tidak masalah yang dihadapi,” kata Ichikawa yang memimpin 4.000-an karyawan, tegas.

Proses implementasi kaizen di YMMA sebenarnya sudah lama dirintis. Bila dirunut ke belakang, pabrik YMMA di Cikarang mulai beroperasi pada 1998. Namun, pada tahun-tahun pertama belum berpikiran mengimplementasi kaizen karena tiga tahun pertama memfokuskan diri pada cara memastikan pabrik bisa berproduksi lancar. Kaizen baru mulai diperkenalkan pada 2001. “Kami melakukannya dari dua sisi. Pertama, langsung melakukan kaizen di production floor sebisanya. Kedua, membentuk tim kaizen,” ujar Ichikawa.

Kesungguhan YMMA tampak dari upayanya membangun organisasi “sadar kaizen”. Dari sisi pendidikan, misalnya, ada beragam langkah untuk menanamkan konsep-konsep kaizen pada karyawan. Antara lain, meminta bantuan ke Yamaha Corporation Jepang untuk mendatangkan tenaga ahli Jepang guna memberikan pelatihan kaizen di Indonesia.

Kedua, mengirim tenaga YMMA untuk mengikuti pelatihan kaizen di Jepang. Karyawan YMMA dikirimkan untuk studi banding ke pabrik-pabrik Toyota di Jepang serta ikut workshop kaizen di Negeri Matahari Terbit itu. Ketiga, melakukan pelatihan internal kaizen. Pelaksanaan pelatihan internal dilakukan oleh tim yang terdiri dari tenaga ahli dari Jepang, ditambah para manajer YMMA yang sudah mendapatkan pelatihan kaizen di negeri itu.

Dalam perjalanannya, pelatihan di kelas saja tak cukup, harus dipraktikkan langsung. Karena itu, manajemen YMMA kemudian menyelenggarakan program yang disebut Industrial Engineering (IE) Expert, tepatnya sejak 2004. IE Expert pada intinya dilakukan dengan membentuk beberapa tim untuk menginternalisasi kaizen pada karyawan. Jadi, setelah mendapatkan pelatihan kaizen, mereka kemudian mengaplikasikannya dalam bentuk program IE Expert.

Pada angkatan pertama IE Expert, dibentuk empat tim. Setiap tim terdiri dari seorang staf dan para supervisor. Satu tim berganggotakan 6 orang. “Nah, empat tim ini kemudian disebarkan ke lapangan produksi (production floor) untuk mempraktikkan langsung kaizen. Kegiatan IE Expert ini dilakukan satu minggu penuh, sekali dalam sebulan. “Mereka lakukan training dan praktik langsung di lapangan seminggu penuh untuk pendapatkan pemahaman tentang kaizen,” Ichikawa menceritakan. Pada proses ini, para peserta digodok, mereka dilatih mengidentifikasi penyebab masalah, lalu bagaimana menganalis, melaksanakan, mencoba tindakan baru, dan juga menetapkan standar atau prosedur baru.

Program IE Expert berlangsung terus hingga sekarang, tanpa henti. Jadi, sudah 6 tahun (2004-10). Bila dihitung, hingga kini sudah ada 55 gelombang pelatihan. “Satu bulan empat tim dan sudah berjalan 55 angkatan. Todal ada 220 tim yang sudah mengalami pelatihan kaizen IE Expert,” kata Ichikawa kembali. Memang setiap orang tak hanya ikut sekali, karena didesain minimal dua kali ikut. Bahkan, ada beberapa orang yang ikut hingga lima kali. Total sudah 600 orang yang aktif mengikuti. “Karena intensivitas pelatihan dan pelibatan di training kaizen yang sudah mencapai 220 tim itulah yang kemudian meninggalkan efek positif di lapangan,” ungkap Ichikawa.

Yang menarik, untuk menyukseskan kaizen, di YMMA juga dibentuk sebuah unit atau divisi khusus yang tugasnya mempromosikan kaizen di seluruh lapisan organisasi produksi. Tim ini dinamai Kaizen Promotion Planning Department, jumlahnya tak kurang dari 15 orang. Mereka didedikasikan untuk mengurusi kaizen, bukan karyawan bagian SDM atau Produksi. “Tugasnya menyebarkan kaizen di lapangan,” ujar Ichikawa. Dengan keberadaan tim Kaizen Promotion ini, dalam praktiknya, pengenalan kaizen di YMMA dimotori unsur tim. Pertama, oleh tim proyek Kaizen Promotion tersebut, yang melakukan kegiatan kegiatan kaizen penuh. Kedua, ada pedamping dari orang produksi yang membantu di production floor.

Tentu, agar upaya penyempurnaan bisa tercapai sebagaimana tujuan kaizen, YMMA juga membekali karyawan dengan berbagai program pelatihan lain yang relevan. “Misalnya, TWI (Training Within Industries) Job Matters yang mengajarkan prinsip dasar melakukan kaizen seperti bagaimana melakukan teknik eliminate, combine, simplify dalam proses produksi agar meraih efisiensi atau menurunkan lead time dan stok barang,” Andri Kristianto, Asisten Manajer Dept. Kaizen Promotion Planning YMMA, menimpali.

Dalam praktiknya di production floor, karyawan produksi diberi kesempatan melakukan secara trial and error untuk menemukan perbaikan. “Tidak apa kami lakukan trial and error. Karena, itu bagian dari upaya melakukan perbaikan secara nyata,” Ichikawa menerangkan.

Yang jelas, kalau di lapangan ditemukan masalah yang bisa disempurnakan, biasanya keputusan melakukan penyempurnaan proses itu diselesaikan oleh tim itu sendiri bersama tim Kaizen Promotion. Memang ada sebagian upaya penyempurnaan yang dilakukan orang di luar tim, tetapi persentasenya kecil. “Yang paling bagus memang bila karyawan di bagian itu sendiri yang melihat masalah dan menyempurnakannya,” ujar Takashi Nakatshukasa, Direktur Manufacturing YMMA. Nakatshukasa menambahkan, dalam membangun kaizen awalnya YMMA banyak melakukan benchmarking dengan Toyota Production System.

Dalam upaya mengenalkan dan mengimplementasi kaizen, Ichikawa berusaha agar pihaknya tidak mudah menyerah. “Kaizen ini secara continue terus kami dengungkan ke karyawan agar terus dijalankan,” katanya. “Namun, karyawan diberi kebebasan bagaimana cara melakukannya.”

Kini manfaat kaizen sudah dirasakan. Menurut Ichikawa, cara paling gampang melihat efektivitas kaizen di YMMA ialah dengan melihat realisasi produksi yang sudah dua kali lipat dibanding pertama kali pabrik Cikarang dioperasikan. Padahal, tanpa menambah luas bangunan. “Luas bangunan pabrik kami 54.000 m2 yang didesain untuk memenuhi kebutuhan produksi saat itu. Namun sekarang, nyatanya, tanpa menambah bangunan, kami bisa memproduksi dua kali lipat dari awal membangun. Tanpa ada bangunan tambahan. Ini hasil efisiensi dari proses kaizen yang dijalankan,” Ichikawa menunjukkan efisiensi tingkat pemakaian space production floor.

Nakatshukasa menambahkan, kaizen juga membuat produktivitas SDM meningkat dan stok barang di pabrik berkurang. “Level keterampilan dan kecepatan kerja karyawan pun meningkat. Efisiensi produksi juga kelihatan sekali,” tunjuk ekspat Jepang yang di YMMA sejak 2005 itu. Dia memberi contoh di proses Final Assembly yang biasanya merupakan proses tahap akhir dalam pembuatan alat-alat musik Yamaha. Dibandingkan dengan kondisi pada 2005, panjang rangkaian proses produksi yang harus dilewati pada lini itu sekarang hanya setengahnya. Dari penggunaan space, dulu panjangnya hingga 100 m, sekarang tinggal 20 m. Jadi, lebih efisien.

Contoh lain, di bagian proses wood working (pengerjaan alat musik yang terkait dengan bahan-bahan dari kayu). Dulu, lokasi wood working ini merupakan lokasi job shop, terdiri dari beberapa proses kerja: memotong, mengebor, assembly, masing-masing harus ada proses itu dan dijalankan sendiri-sendiri. “Sekarang pekerjaan job shop sudah bisa ditiadakan karena bisa dilakukan inline-sasi. Semua proses mengalur dalam satu alur (line) saja. Jadi, bisa membuang banyak proses atau tahapan,” tambah Nakatshukasa .

Ichikawa melanjutkan, di awal-awal pabriknya menggunakan banyak jig atau mould, sekarang bisa digabungkan prosesnya menjadi hanya pada satu meja (line). Ada penggabungan dan penyederhanaan jig process. “Karena itulah, desain pabrik kami selalu berubah. Saya kalau sebulan saja nggak ke lapangan, sering kaget, kok sudah berubah begini, karena ada perubahan cara kerja. Itulah kaizen, selalu ada upaya perubahaan untuk penyempurnaan,” ujar Ichikawa menunjukkan hasilnya. Tak mengherankan, Yamaha Pusat juga mengakui YMMA di Cikarang termasuk pabrikan yang bisa dijadikan contoh dari sisi produktivitas dan efisiensi.

Kesuksesan kaizen, dikatakan Ichikawa, tergantung pada kemampuan orang di lapangan untuk melihat bahwa sesuatu proses bermasalah dan mampu menyempurnakannya agar bisa lebih baik. “Jadi, harus ada kemampuan menemukan masalah dan kemampuan memecahkan masalah itu sendiri. Karena kami baru jalankan kaizen 10 tahun, sebenarnya banyak karyawan yang belum bisa menemukan masalah. Inilah tugas utama, mengasah kemampuan menemukan masalah atau menemukan mekanisme untuk memudahkan agar masalah bisa ditemukan,” paparnya.

Natatshukasa juga mengakui, proses mengedukasi karyawan soal kaizen memang tak mudah. Hingga kini masih ada saja karyawan yang pemahamannya masih kurang pas. Dia memberi contoh kaizen gerakan. Contohnya, ada seorang operator yang tugasnya memasang komponen-komponen (part) alat musik. Dia mengubah proses kerja dan dengan itu merasa sudah melakukan kaizen. Proses yang dilakukannya menjadi pendek dan ringkas. Namun, rupanya proses itu hanya berpindah ke orang lain. Dulu dia yang mengerjakan, kemudian beralih ke orang lain. “Buat orang itu, waktu dan proses kerjanya memang lebih cepat, tetapi waktu total di unit itu kalau digabung operator lain masih sama saja. Belum lebih efisen. Itu bukan kaizen walau dia merasa sudah kaizen.”

Diakui Nakatshukasa, sebenarnya hambatan implementasi kaizen di YMMA relatif tak banyak. “Soalnya kalau ada hambatan, biasanya langsung ditangani tim Kaizen Promotion,” katanya. Menurutnya, yang sedikit menjadi ganjalan justru model kerja karyawan YMMA yang 75% memakai sistem kontrak.

Memang, selama ini 75% karyawan produksi di Yamaha Music bekerja dengan sistem kontrak, bukan karyawan permanen. Jadi, setiap dua atau tiga tahun kerja mereka berhenti karena habis kontrak dan kemudian diganti orang baru. “Karena ganti orang baru, ilmu kaizen hilang lagi sehingga belum bisa sampai tahap mengakar ke kalangan operator. Contohnya, ada kaizen yang sukses di sebuah unit kerja di mana performa bagus dan efisiensi meningkat 50%, tetapi karena sebulan kemudian operatornya ganti dengan orang baru, efisiensi menjadi jatuh lagi. Ini hambatannya,” Nakatshukasa berterus terang.

Betapapun, Ichikawa merasa kaizen di YMMA telah menunjukkan kemajuan yang bagus. Pihaknya akan terus melakukan kaizen agar bisa menemukan penyempurnaan-penyempurnaan yang memang dibutuhkan untuk peningkatan kinerja bisnis. Apalagi, kini karyawan sudah merasa senang menjalankan kaizen dan mulai membudayakannya. “Karyawan kami sudah tergugah untuk melakukan kaizen. Mereka melihat kaizen seperti game yang menyenangkan,” ujar Ichikawa. Jangan heran, awalnya kaizen difokuskan di bagian produksi (manufaktur) saja, dan sejak 2009 dikembangkan di bagian office dan divisi logistik.

Nakatshukasa mencoba memetakan dua kunci sukses YMMA dalam implementasi kaizen. Pertama, ada komitmen dan kemauan yang kuat dari Ichikawa sebagai orang nomor satu di YMMA. “Beliau dari awal konsisten dan tak pernah berhenti memelopori kaizen,” kata Nakatshukasa. Kedua, secara organisasi memang dijaga agar kaizen tetap berlangsung. “Bahkan, kami membuat folosofi dan visi-misi perusahaan di mana konsep kaizen dimasukkan sebagai salah satu filosofi dasar perusahaan,” tambahnya.

Sonny melihat budaya kaizen di YMMA sudah terasa sekali. Bila dibandingkan dengan perusahaan lain di mana kaizen telah membudaya, YMMA termasuk yang sudah cukup baik. Namun bila dibandingkan dengan perusahaan di Indonesia pada umumnya, YMMA sudah sangat baik. Tim YMMA sangat open-minded terhadap usulan peningkatan, bahkan sampai dengan tingkat operator di lapangan. Mereka juga rendah hati meskipun sudah mencapai tingkat budaya kaizen yang dapat dibanggakan. Mereka merasa apa yang telah dicapai masih belum cukup. Hal itu tampak saat dilakukan Kaizen Event di YMMA bulan lalu.

Lebih lanjut, Sonny memberi saran bagi perusahaan yang ingin sukses menerapkan kaizen. Di antara yang terpenting, menurutnya, peran kepemimpinan (leadership). “Pemimpin tertinggi harus menjadi panutan dalam melakukan kaizen dan mendukung peningkatan secara langsung di lapangan (shop floor),” kata Sonny. Lalu, memberi penghargaan bagi yang telah mencapai peningkatan terbaik. Agar proses kaizen berhasil, sebaiknya dimulai dengan melakukan pilot project yang dipimpin langsung oleh orang yang tertinggi di dalam organisasi. Selain itu, jangan sampai ada rasa enggan atau bahkan takut untuk menyampaikan masalah yang terjadi di lapangan, karena bila masalah yang merupakan pemicu ide-ide peningkatan tidak terungkap, tak akan ada peningkatan. Gagasan sekecil apa pun memiliki arti bagi peningkatan kinerja organisasi.

Sumber : http://swa.co.id/2010/06/kaizen-si-raja-alat-musik/

Comments
  1. Merlin says:

    makasih banget ya info soal YMMA. susah bgt nyari info perusahaannya di inet.

  2. ovex says:

    mkc bgd atas infonya kepada pt ymma.tentang kaizen.

Leave a comment